MEMENUHI JANJI


Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.   (S. Al Israa : 34)
Waktu itu hari telah mengundang mentari untuk mengepakan sayap takdir menyinari seluruh pelosok bumi para pejuang, Jakarta adalah tempat orang – orang berusaha berjuang menentukan nasib untuk kehidupan dunia maupun nasib untuk kehidupan akhirat (hidup di Jakarta memerlukan kekuatan iman untuk berjuang), tepatnya di hari pertama setelah hari minggu yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2010, yang kebanyakan orang – orang kantoran tidak menyukai hari ini “I Don’t Like Monday” katanya, selain hari itu jatuh setelah masa liburan yang biasanya dihabiskan untuk refreshing dan jalan- jalan,  tentunya melelahkan dan membutuhkan tambahan hari untuk beristirahat, dan umumnya pada hari ini segudang pekerjaan yang belum terselesaikan dihari sebelumnya(sabtu dan minggu) akan bertambah. Lain soal dengan diriku yang sudah terbiasa bekerja pada hari libur (maklum kerja di bagian operasional), pada hari senin sama seperti hari sebelumnya tidak ada acara liburan dan jalan – jalan, ibarat makanan hari senin sudah menjadi santapan sehari – hari dan tidak ada masalah untuk menjalani pekerjaan di hari itu, meski kadang – kadang ada malasnya juga, namun ternyata 5 hari kedepan di mulai hari senin itu aku mendapatkan cuti kerja yang seharusnya di mulai hari minggunya,  molor satu hari sebab temanku mendadak cuti karena mertuanya meninggal dunia.
“Jika telah datang ajalnya sesorang, maka tiada seorang pun yang mampu mengakhiri dan tiada seorang pun yang dapat mendahulukannya”
Hari itu aku buka jendela pagi dan ku buka pintu kamar kostan seraya bertekad hari ini aku harus jadi pulang ke kampung, tuk menepati janji kepada temanku menghadiri pernikahaannya, Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad(janji) itu (S. Al Maa’idah : 1).” setelahnya ku ambil pakaian yang ku jemur sehari sebelumnya, dan kusiapkan semua yang ingin aku bawa kedalam tas ransel usangku meski tidak seperti ketika aku mau pulang tahunan (setiap setelah hari raya idul fitri). Waktupun beranjak sampai jam 10 siang, aku pun meninggalkan kostan kecil yang kusewa bersama temanku di dekat tempat kerjaku (menteng dalam di daerah kuningan dekat komplek taman rasuna punyanya bakrie), dan tujuan pertamaku adalah kontrakan bibiku di Lebak Bulus sekalian aku akan berangkat dari terminal lebak bulus, ku kunci pintu kostan seraya berkata dalam hati sampai berjumpa kembali lima hari mendatang kutinggalkan engkau untuk beberapa hari dan seraya berdo’a semoga semua akan baik-baik “Bismillahi Tawakaltu ‘Ala Allahu Wala haula wala quwata illa billah”.
Dengan semangat di dada, ku telusuri jalanan rumah – rumah dekat kostanku menuju jalan besar Jalan H. Rasuna Said untuk mendapatkan mobil metromini yang akan mengantarku ke kontrakan bibi di Lebak Bulus, ku tatap seluruh jalanan yang aku lewati serasa berkata dalam hati sampai ketumu lagi minggu depan hai warteg tempatku makan, duh mesjid Al bakrie aku ingin pulang sebentar menemui Eumang, Eumih (panggilan untuk Bapak dan IBu di daerah asalku), aku pasti merindukan keramaianmu (mesjid Al bakrie selalu diramaikan oleh karyawan – karyawan dan penduduk setempat.
Tidak samapi seperempat jam aku sudah sampai di jalan besar H.Rasuna Said, di depan pasar festival aku menunggu mobil kopaja P.20 jurusan lebak bulus – senin (pasar senen), padahal waktu itu jalan lagi macet - macetnya dan terpikir olehku untuk naik bus way saja biar cepat sampai meski harus dua kali naik kendaraan, namun pikiran keduaku tidak mengijinkannya, sahutnya lebih enak macet – macetan, kan sambil menikmati perjalanan jakarta yang sudah biasa macet sembari melihat gedung – gedung yang akan di tinggalkan untuk beberapa hari kedepan, dan akhirnya aku dapatkan juga kopaja P.20 yang masih cukup bagus catnya, ku naiki kopaja itu sambil mengucap Bismillah, Alhamdulillah ternyata masih ada bangku yang kosong, aku pun duduk dengan senang dan bersiap – siap memerikasa gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan lebak bulus – kuningan yang kadang selalu mengusik naluri kecilku, “akh ngapain juga di jakarta banyak gedung tinggi – tinggi padahal penghuninya tidak memiliki etika yang tinggi dan buktinya masih banyak gelandangan yang sengsara di kolong – kolong jembatan ibu kota.
Ku amati gedung - gedung  dan jalanan yang kulalui meski tersendat – sendat karena jalanan macet dan itu mengusik niatku untuk melihat jalanan sepanjang perjalanan kelebak bulus, seingatku dulu waktu tahun 2004 jalanan tidak macet separah sekarang, benar kata orang kendaraan bertambah namun tidak di tunjang dengan lebar jalan yang masih sempit dan kadang harus berdesak – desakan antara pengendara yang satu dengan yang lain. Lah memang Jakarta tempatnya macet … bung! Kalo nggak macet bukan Jakarta namanya sergah otak kecilku. Dari pada melihat kemacetan mendingan baca buku pintaku dalam hati, ku buka ranselku dan ku ambil buku novel yang di beli di senayan pada acara Islamic book fair 2010 seminggu yang lalu, kalo tidak salah judulnya “Sabda Cinta”, yang berisi tentang seorang novelis terkenal yang ingin mencari pengalaman hidup yang sebenarnya dan mencari cinta bersama kedua temannya.
“bahwasanya aku bersama hati dan tubuhku menginginkanmu…. “, akh aku ingin mencintaimu sampai kapan pun bahkan sampai engkau menjadi abu sekalipun aku akan mencintaimu” (bukan isi yang sebenarnya dalam novel sabda cinta) , lebih bagus anda membacanya sendiri.. bagus loh!
Tak terasa  novel tersebut telah membawaku sampai di depan poin square lebak bulus, tempat di mana aku harus turun dari mobil tuk menuju kontrakan bibiku yang berada tak jauh di belakang mall tersebut, aku pun turun seraya berucap Alhamdulillah. Aku bergegas ke tempat kontrakan bibiku dan berencana membeli sesuatu dari giant di poins square untuk di bawa pulang kampung meski bukan oleh – oleh, hanya  peralatan mandi seadanya, alias sabun, sikat gigi dan shampoo sebab ku pikir di rumahku pastinya peralatan tersebut sudah habis.
Setelah sampai di kontrakan, ku bertanya pada bibiku, kira- kira pulang kampungnya bawa oleh-oleh apa ya?, ngga usah repot bawa oleh-oleh sahut bibiku, kan cuma mau menghadiri hajatan doang! Tidak seperti pas lebaran tiba, yang harus repot bagi – bagi ke tetangga sebelah.
Akhirnya rencana semula aku jalankan, aku hanya membeli peralatan mandi seadanya untuk akau bawa pulang, tanpa membeli oleh-oleh buat adik-adik dan keluarga toh di sana lagi musim banyak makanan. Setelah habis dari poins square aku pun menyiapkan segala bawaan dalam tas ranselku yang sudah robek dalamnya, yang rencananya sehabis sholat dzuhur aku harus sudah ke terminal lebak bulus soalnya kata bibiku jam satu atau jam dua biasanya mobil jurusan lebak bulus – kuningan berangkat (bukan kuningan jakarta loh… tapi kuningan jawa barat, rumahku melewati jalur tersebut).
Waktu dzhuhur pun tiba, aku bergegas mengambil air wudhu dan mendirikan sholat menghadap yang memiliki ruang dan waktu Allah SWT, kemudian sehabis itu aku pamit pada bibiku sekitar jam satu sore, untuk segera ke terminal lebak bulus, ku ucapkan salam dan langsung mengejar waktu ke terminal takut – takut ketinggalan mobil, wal hasil aku sampai di terminal dan ternyata masih ada beberapa mobil yang biasa ke kuningan yang berjejer yang Nampak kosong di terminal besar itu, takut sudah ketinggalan aku bertanya pada petugas terminal, Pak permisi mobil yang ke kuningan  baru berangkat ya? Tanyaku, belum yang itu tuh ntar jam dua berangkat, jawab pak petugas sambil menunjuk mobil bus luragung jaya yang bertuliskan revoli lebak bulus- kuningan. Aku langsung meninggalkan pak tua itu dan naik ke bus yang di tuju setelah memberi uang 500 rupiah sebagai uang masuk terminal, jangan kaget kalo anda masuk ke terminal lebak bulus pasti dimintain uang 500 rupiah sebagai tanda masuk mungkin.
Di dalam mobil ternyata belum banyak penumpangnya kira – kira hanya dua sampai tiga orang saja, wah alamat bakal lama berangkatnya, sambil menunggu keberangkatan aku pun kembali membuka ransel murahku dan ku ambil novel sabda cinta yang belum selesai aku baca. Sedang asyik – asyiknya membaca datang seorang pedagang asongan “Kang yang dingin buat persiapan” katanya sambil menyodorkan sebotol air mineral, ku pikir-pikir akhirnya beli juga deh… harganya 3000 rupiah lebih mahal seribu di banding di warung – warung, tapi ga apalah.. yang penting dingin. Setelah satu jam, mobil bus tersebut mulai di penuhi denga para penumpang yang akan pulang ke kampungnya, namun sudah sampai jam 3 belum juga ada tanda-tanda mau berangkat, dalam hati berkata wah kayanya mendingan sholat ashar dulu kan tinggal seperempat jam lagi, ketika adzan ashar memanggil aku langsung pergi ke mushola yang ada di terminal tersebut dengan keyakinan bahwa mobil tidak akan berangkat sampai jam empat. Setelah sholat aku kembali ke mobil yang ku titipkan ranselku dan tenyata masih setia menunggu para penumpang yang ingin pulang ke kampung, tak berapa lama mobilpun di nyalakan tanda siap-siap untuk berangkat, Alhamdulillah tinggal sholat maghrib yang harus aku jama takhir dengan sholat isya sesampainya aku di rumah.
Dengan gayanya yang serba cepat, bus melaju dengan gagahnya sesekali mengeluarkan bunyi klakson membuat kaget kendaraan di depannya, maklum lah konon luragung jaya sudah terkenal dengan bunyi klaksonnya. Di sore itu aku pulang kampung dengan segudang perasaan entah senang, tenang atau gelisah yang jelas aku pulang dengan maksud ingin melaksanaakan kewajiban pada sesama saudara. Dalam perjalanan akupun tertidur entah sampai mimipi atau tidak yang jelas tidurku terasa nyenyak sampai – sampai tak terasa waktu maghrib memanggil dan akupun tidak bisa berbuat apa selain berniat menjama takhir setelah sampai di rumah, di kampung kecilku.
Hampir enam jam di perjalanan, kurang  lebih jam 10 kurang aku sudah sampai di pabuaran, salah satu pasar besar di kotaku, ku ambil handphone di saku dan ku kirim pesan ke adikku supaya aku bisa di jemput di jembatan Ambit – Waled, karena memang aku akan turun tepat di depan jembatan yang menghubungkan desa Waled dan Ambit, tetangga kampung tepencilku, adiku menyanggupinya.
Aha Alhamdulillah akhirnya aku samapai di rumah dengan selamat setelah sebelumnya adikku menjemput di tempat yang aku turun dari bus luragung jaya, ku cium tangan bundaku yang telah memapahku, tak lupa ayahanda, nenek dan adik-adikku. Aku duduk sebentar karena  aku teringat  belum sholat maghrib, langsung saja aku mengambil air wudhu untuk menyatukan  sholat maghrib di waktu sholat isya, Islam memang agama yang memiliki ruksah, sholat boleh di jama di karenakan ada sesuatu yang membolehkannay seperti karena kita menjadi musyafir, tentunya dengan tujuan perjalanan yang baik.
Hari yang dinantikan akhirnya tiba juga, salah satu orang teman sekaligus saudaraku akan menikah dengan tetangga desa bahkan tetangga kabupaten soalnya selain calon istrinya nanti berasal dari desa sebelah ternyata kabupatennya juga berbeda dengan desa dimana ia tinggal, tepatnya temanku berada di Kabupaten Cirebon, sedangkan calon istrinya berada di Kabupaten Kuningan, jadi dengan kata lain aka nada penyatuan dua suami istri, dua adat istiadat dan dua kabupaten beserta kebudayaannya, meski kebudayaannya tidak terlalu berbeda mungkin hanya logat bicara yang membedakan.
Keesokan harinya kutemui temanku, ku jabat erat tangannya sambil berucap selamat menempuh hidup baru, semoga jadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah, meski belum berijab qabul dalam hati aku berkata aku telah menepati janjiku untuk hadir di pernikahan teman sekaligus saudaraku tinggal aku harus berjanji pada diriku sendiri untuk mencari calon pasanganku, akh menikah adalah sunah nabi yang harus di laksanakan, Nabi Muhammad SAW, bersabda “
“Nikah adalah sunnahku, barang siapa tidak menyukai sunnahku maka ia bukan dari golonganku”
Duh ya Allah berikanlah tekad dan hasrat kepada hamba untuk mencari pendamping hidup, untuk menikah demi melaksanakan sunnah nabiMu, La Haula Wala Quwata illa Billahil Aliyil Adhim, hamba tidak mau keluar dari golongan nabiMu.
Tepat jam 7 pagi di hari kedua puluh empat di bulan maret, rombongan penyambut dari calon istri telah tiba di rumah temanku untuk mengambil calon pengantin pria untuk segera menikahkan dengan pengantin wanita yang sudah menunggu dengan suka disambut getaran jantung yang selalu berdetak kencang karena akan memenuhi acara sakral di kediaman tercinta, rombongan calon pengantin pria pun akhirnya di boyong (di ambil) di antakan oleh beberapa rombongan yang ternyata berjumlah banyak, ada 10 kendaraan roda empat yang bersisi 10 sampai 15 orang permobil (maklum keluarga besar), dan belasan sepeda motor yang umumnya digunakan oleh para pemuda (teman- teman sejawat banyak yang hadir meski konon harus meninggalkan pekerjaannya di Jakarta, lah seperti aku ini).
Akhirnya setelah kurang lebih satu jam lamanya, rombongan pengantin pria sudah sampai di kediaman mempelai wanita dan tinggal acara penyerahan dan penerimaan calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin wanita, acara ini berlangsung kira – kira satu jam, yang kemudian memasuki acara inti dari sebuah pernikahan, yatiu ijab qabul.
Mushollah kecil tak jauh dari kediaman mempelai wanita menjadi saksi, sekaligus menjadi tempat bersejarah atas penyatuan dua insan berbeda jenis, dua pasangan untuk menempuh mahligai rumah tangga, seperti yang dicontohkan Nabi Muhamad. Ku lihat temanku sepertinya menahan dentuman jantungnya yang bedebar kencang bak suara deram yang bergemuruh karena di tabuh, dus katanya sewaktu seorang pria akan dihadapakan dengan naib yang akan menikahkannya pasti akan merasa gugup, grogi, dan tentunya berdebar jantung dikarenakan memang pernikahan adalah sesuatu yang sangat sakral, sebab di sana terdapat penyerahan tanggung jawab, suka dan sedih, susah dan senangnya, baik dan buruknya seorang wanita kepada seorang pria. (aku sebagai orang yang menyaksikan saja merasa bergetar ketika naib menikahkan temanku ini).
Atas keridhoan Allah SWT, akhirnya perniakan itu pun berlangsung dan temanku menerima pertanyaan dari naib “Jawaztuka Waankahtuka …..? dengan jawaban “Qabiltu Tajwijaha Wanikahaha Bimahri Dzalik, Haalan”, saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar tersebut, kontan, disambut para saksi dengan ucapan “sah”. Dengan demikian mempelai wanita sudah menjadi sah dan halal bagi mempelai pria, duh selamat menempuh hidup baru kawan, selamat berbahagia engkau telah memenuhi setengah dari iman, semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah warrahmah, dan tepatilah ikrar dan janjimu yang engkau ucapkan di depan naib, untuk menerima susah, senang, suka dan dukanya sebuah pernikahan.
Aku telah menepati janji kepada temanku, tinggal aku harus berjanji pula pada diriku sendiri untuk mencari pendampin hidup, untuk memenuhi setengah dari iman, untuk melaksanakan titah baginda Nabi Besar Muhammad SAW, semoga saja Aamiin.




Sebaik - baik orang diantara kamu ialah yang mau belajar Alqur'an dan mau mengajarkannya/mengamalkannya